Sejarah Nama Selat Nenek Berawal Dari Munculnya Batu Dari Permukaan Air

3241_1137199022935_1016156591_409180_3305348_n27-arung sejarahBATAM – Banyak orang bertanya kenapa Selat Nenek yang terletak di Kelurahan Temoyong Kecamatan Bulang disebut Selat Nenek. Tentunya kita beranggapan karena di pulau ini seluruh penghuninya nenek-nenek. Ternyata anggapan itu salah, pulau ini disebut Selat Nenek karena dari permukaan air laut disekitar pulau itu muncul batu. H M Tahur, menceritakan batu yang muncul dari permukaan air itu bentuknya tipis. Dulu dipercaya sebagai batu keramat, sejak kemunculan batu itulah warga di sekitar pulau menamakan pulau menjadi Selat Nenek.
Sebelum batu ini patah ditabrak oleh kapal, batu ini dipercaya angker. Dulu, setiap kapal yang melintas di laut dekat batu ini muncul, maka harus memberikan semacam sesajen. Jika tidak memberi sesajen maka kapal tida akan bisa melanjutkan perjalanannya ke tempat yang dituju. Kepercayaan ini berlangsung dibawah tahun 1950 an. Pada waktu itu yang sering lalu lalang melewati laut itu adalah kapal-kapal penangkap ikan, dan mereka harus menabur uang jika ingin melewati batu itu.

“Dulu pernah ada kapal yang terbakar karena tidak menaburkan uang atau barang bawaannya. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi, batunya pun sudah patah,” ujar pria kelahiran Selat Nenek ini.

Seiring berkembangnya daerah sekitar pulau dan banyaknya industri yang berdiri maka kepercayaan itu pun hilang. Jika dulu masyarakat Selat Nenek sering bernazar atas nama batu itu kini tidak pernah lagi. Zaman dulu apabila ada anak yang sakit, orang tua bernazar akan memberikan sesajen jika anaknya sembuh. Tapi kini ritual seperti itu tidak dilakukan lagi seiring perkembangan di Selat Nenek ditambah batu yang muncul dari permukaan air laut itu telah patah karena ditabrak kapal. Apalagi saat ini jumlah penduduk di Selat Nenek terus bertambah, kini berjumlah 500 jiwa.

Kehidupan masyarakat di Selat Nenek, begitu rukun dan antara satu dengan yang lain saling mengenal. Seperti yang diceritakan Ahmad Kupang (82) yang telah 30 tahun menetap di Selat Nenek. Dulu sebelum menetap di Selat Nenek, ia menetap di Galang selama 21 tahun. Ketika masuk ke Selat Nenek, kondisi di sekitar Selat Nenek masih hutan dan sepi. Secara bergotong royong, masyarakat yang sudah tinggal disana membangun Selat Nenek menjadi perkampungan. Bahkan, pria asal Kupang ini sudah tidak pernah lagi kembali ke daerah asalnya di Kupang dan tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Kupang lagi.

“Biar tidak lupa kampung halaman makanya saya buat panggilan dengan sebutan Ahmad Kupang. Sekarang sudah enak, listrik sudah ada. Kalau dulu belum, masih gelap dan hutan,” cerita Ahmad yang duduk berdampingan dengan istrinya Rijah (65).

Kehidupan masyarakat di Selat Nenek mengandalkan laut yakni sebagai nelayan. Tetapi kondisinya kini sudah berbeda, sejak banyak industri yang berdiri, sangat sulit mendapatkan ikan. Dulu ikan yang ditangkap sehari bisa untuk makan satu bulan. Kalau sekarang untuk mendapatkan ikan untuk makan sehari pun sulit. Karena usianya sudah tidak muda lagi, Ahmad pun tidak didperbolehkan anak-anaknya melaut. Ia kini menggarap kebun dan beternak ayam. Penghasilan yang diperoleh pun tidak mencukupi untuk biaya hidup ia dan keluarganya.

Di rumah yang sederhana itu, ia tinggal bersama istri, anak, menantu dan dua orang cucunya. Ia tidur dibawah bersama istrinya, sedangkan anaknya diatas. Rumah yang ia tempati kecil, tidak ada kamar apalagi dapur. Kasur tempat ia tidur hanya berupa kasur busa yang sudah usang. Begitu bangun tidur kasus itu dilipat dan jika malam akan tidur kasur itu dibentang. Masak pun di ruang tempat ia tidur, disitu terdapat tungku tempat memasak. Terlihat satu unit televisi yang dibelinya dari hasil membeli lotre. Yang menyedihkan, pintu samping rumahnya sudah jebol bagian bawahnya. Menurut anaknya, Marlinda, belum ada uang untuk memperbaiki pintu itu.

“Apa yang mau diambil kalau orang masuk, rumah buruk macam gini. Paling nyamuk, tikus sama kucing yang masuk,” tuturnya.

Untuk biaya hidup kebutuhan dapur cukup mahal di Selat Nenek. Ia meminta kepada pemerintah agar dapat menurunkan harga Sembako di Selat Nenek. Biaya listrik saja, setiap hari mereka membayar Rp4 ribu. Begitu juga untuk mendapatkan air bersih, dibeli seharga Rp 5 ribu satu drum. Air yang dibeli digunakan untuk memasak saja, sedangkan untuk mandi dan mencuci ia dan anak-anaknya pergi ke sumur. Ketika hujan turun, ia bersama seluruh warga di Selat Nenek akan menampung air hujan. Ketika melihat di tiap dapur rumah warga, hampir seluruhnya memiliki drum tempat menampung air.

Untuk diketahui, Selat Nenek merupakan bagian dari Kelurahan Temoyong, Kecamatan Bulang. Saat ini di Selat Nenek terdapat satu unit SD dan SLTP yakni SLTP Am-Maarif. Jumlah warga di Kelurahan Temoyong sebanyak 949 jiwa, dan 500 jiwa berada di Selat Nenek. Di Kelurahan Temoyong terdapat 22 pulau yang dihuni hanya empat pulau dan 18 pulau masih kosong. Sarana yang ada di Kelurahan itu dua uni Pustu dan dua unit Posyandu. Dengan program konversi minyak tanah ke gas, Marlinda mengatakan warga di Selat Nenek sudah didata, namun belum mendapatkan tabung gas. Ia berharap Pemko Batam memberikan perhatian kepada warga Selat Nenek, terutama dibidang lapangan pekerjaan. Kini baik laki-laki maupun perempuan di daerah itu turun ke laut membantu suami karena tidak ada pekerjaan lain.

Hal tersebut terungkap saat kunjungan Walikota Batam dalam dialog dengan masyarakat menyampaikan bahwa Pemilu Legislatif dan Pilpres sudah berjalan dengan baik.

Dalam tanya jawab dengan warga Selat Nenek, Wako Batam menyampaikan kebijakan terkait PSB yang sampai saat ini masih dalam tahap penerapan awal dan kedepan masalah-masalah yang ada dapat diantisipasi. Terkait dengan pendidikan SMP direncanakan pemerintah akan memikirkan pembangunan sekolah satu atap. Silahkan masyarakat merundingkan akan dibangun di Temoyong atau Selat Nenek. Informasi dari Camat Bulang, jumlah penduduk di kelurahan Temoyong  sebanyak 400 jiwa sementara di Selat Nenek 500 jiwa.

Sementara sebanyak 18 orang anak selat nenek dan temoyong akan dibantu oleh Pemko Batam biaya SKS dan semester saja.

Bersempena dengan kunjungan tersebut Wako Batam juga menyerahkan secara simbolis bibit ikan bawal hitam untuk dikembangbiakkan di perairan selat nenek yang terkenal sangat cocok untuk perikanan yang akan dikoordinir oleh Dinas KP2K Kota Batam melalui UPP Unit Pelayanan Perikanan.

(Hasil wawancara Devi, seorang wartawati tinggal di Batam)

Leave a Reply

Galeri Foto

Switch to our mobile site

Log in -