FSPMI Sampaikan 4 Permintaan ke Pemko Batam Melalui Surat Petisi

By Kartika 10 Nov 2016, 07:41:10 WIBKabar Batam

FSPMI Sampaikan 4 Permintaan ke Pemko Batam Melalui Surat Petisi

Keterangan Gambar : Wakil Walikota Batam, Amsakar Achmad (kiri salam komando) menerima perwakilan FSPMI Batam di kantornya, Rabu (9/11)


 

Media Center Batam - Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam menyerahkan surat petisi kepada Walikota Batam dalam aksi Rabu (9/11). Isi surat ini antara lain meminta Pemerintah Kota Batam untuk menyampaikan ke pusat bahwa pekerja Batam menolak Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 dijadikan pedoman penentuan upah minimum tahun 2017.

"Kami tetap menolak adanya PP 78 karena selalu yang dijadikan obyek pelaksanaan PP itu hanya kalangan buruh. Sementara obyek dari sisi pengusaha tidak dijalankan, contohnya struktur skala upah itu saya yakin tidak dilaksanakan," kata Suprapto, perwakilan Konsulat Cabang FSPMI Batam.

Poin kedua yaitu meminta Pemko Batam sampaikan ke Dewan Pengupahan Kota agar upah minimum kota dibahas satu paket dengan upah minimum sektoral Kota Batam. Perwakilan pekerja, Regar mengatakan UMS di Batam bisa hilang karena tidak ada asosiasi yang menaungi pengusaha, khususnya di kawasan Mukakuning. Oleh karena itu mereka berharap ada pihak yang ditunjuk mewakili asosiasi pengusaha untuk membahas upah sektoral ini.

"Kegelisahan kita dari pembahasan kemarin, ada upaya menghilangkan upah sektoral. Pengalaman tahun lalu, dibahas terpisah, kami jadi harus melayani gugatan Apindo. Maka kami putuskan untuk menunda, kami minta dihentikan dulu, Jumat dilanjutkan lagi. Kami ada ketakutan ketika UMK dietapkan tapi upah sektor tidak, alamat upah sektor di Batam hilang," kata Sekretaris KC FSPMI, Andy.

Sementara poin ketiga yang disampaikan pekerja melalui surat petisinya adalah meminta Pemko sampaikan ke Dewan Pengupahan agar menghitung UMK berdasarkan pasal 88 Undang-undang nomor 13 tahun 2013, bukan berdasarkan PP 78/2015. Menurut para pekerja, posisi UU 13 lebih tinggi dari PP 78. Beda halnya jika pelaksanaan PP 78 tidak bertentangan dengan UU 13.

"Kalau menurut PP 78, UMK sama dengan atau di atas KHL gunakan rumusan itu. Persoalannya dewan pengupahan hanya ambil bagiannya saja. Bagaimana mereka bisa tentukan upah minimum di atas atau bawah KHL. Kalau asosiasi belum ada harusnya tidak pakai itu dulu, kecuali kalau asosiasi sudah siap. Kita mengharapkan kepada Pemko Batam mengambil solusi alternatif dari upah sektoral tadi karena memang sektornya tidak ada. Dewan pengupahan harusnya tetap melakukan survei sesuai amanat untuk melihat apakah UMak masih lurus dengan KHL atau di atas di bawah KHL," kata Hartawan, perwakilan lainnya.

Dan terakhir meminta Pemko Batam kontrol harga pasar karena tidak akan ada guna upah minimum naik bila harga bahan pokok ikut naik.

Pekerja meminta Pemko Batam serahkan data distributor kebutuhan pokok di Batam. Mereka membutuhkannya untuk bahan audiensi. Mereka ingin menanyakan penyebab harga tak terkontrol sehingga menjadikan Batam kota keenam termahal di Indonesia.

"Upah belum naik tapi kebutuhan pokok selalu dulu naik. Saat survei pasar kebutuhan pokok stabil, saat berunding harga pasar baru dinaikkan oleh pihak berkepentingan di situ. Miris. Setiap tahun seperti ini," ujar perwakilan FSPMI lainnya.

Masukan dan petisi dari pekerja ini diterima oleh Wakil Walikota Batam, Amsakar Achmad. Sebagai mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan ESDM Batam, ia benarkan bahwa penghitungan UMK itu berdasarkan KHL hasil survei setiap bulan.

"Dulu waktu Kadisperindag, ada pertemuan setiap bulan untuk mendapatkan angka KHL. Rata-rata KHL itulah untuk rumusannya. Secara tersirat survei ini tetap dilakukan. Formula digunakan tapi survei tetap dijalankan. Saya setuju patokan UMK itu survei harga pasar yang 60 item itu. Aktifkan lagi 2017 mendatang, karena kalau sekarang sudah tidak bisa," kata Amsakar.





Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment