Wako : Permasalahan Dualisme Jadi Kendala Pembangunan Batam

By Kartika 20 Apr 2016, 09:08:14 WIBKabar Media Center

Wako : Permasalahan Dualisme Jadi Kendala Pembangunan Batam

Keterangan Gambar :


Media Center Batam – Adanya dualisme kewenangan dalam penyelenggaraan pembangunan menjadi salah satu kendala yang dialami oleh Batam. Keberadaan Pemko Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam saat ini hanya diintegrasikan dengan hubungan koordinasi, bukan hubungan subordinasi.

 

Hal tersebut disampaikan oleh Walikota Batam Muhammad Rudi dalam paparannya dihadapan anggota panitia kerja (Panja) Free Trade Zone (FTZ) Batam, Komisi VI DPR RI di Gedung Nusantara DPR RI Jakarta, Selasa (19/4).

 

Rudi menjelaskan adanya dua lembaga pemerintahan dalam mengelola pembangunan di Kota Batam menyebabkan dualisme pemerintahan di Batam yang berdampak pada seringnya terjadi benturan/konflik kebijakan diantara kedua lembaga, disharmonisasi program pembangunan yang disusun dan terhambatnya realisasi program-program pembangunan nasional oleh pusat dan daerah. “Hal ini juga menyebabkan ketidakpastian hukum bagi dunia usaha atau masyarakat dan mempengaruhi iklim investasi”, ujarnya.

 

Hal lain yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi di Batam adalah duplikasi dan disinergi perizinan. Seperti dikatakan Kepala Badan Perencanaan Daerah Kota Batam Wan Darussalam, duplikasi perizinan adalah terjadinya dua izin yang sama atau memiliki kesamaan sifat yang harus diurus oleh masyarakat/dunia usaha. Dibentuknya KPBPB atau Free Trade Zone pada awalnya untuk mendorong peningkatan investasi, percepatan perkembangan ekonomi daerah, peningkatan ekspor serta penciptaan lapangan kerja. Setelah KPBPB Batam berjalan lebih dari 7 tahun, ditinjau dari kinerja makro ekonomi daerah, kecenderungan yang dilihat adalah terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah dibanding periode sebelum tahun ditetapkannya KPBPB (tahun 2007) yakni pada posisi 7,48% (tahun 2006) terus menurun ke angka kisaran 6% hingga tahun 2015 yang lalu. Dari kinerja ekspor impor juga menunjukkan bahwa jumlah impor Batam ternyata lebih besar dibanding ekspor. “Keadaan ini jelas merupakan ironi dan paradox dari sebuah kawasan yang telah diberikan berbagai kemudahan atau insentif ekonomi dimana seharusnya memiliki korelasi yang positif dengan kinerja ekonomi wilayah namun justru yang terjadi adalah korelasi yang bersifat trade-off”, sambung Wan Darussalam.

 

Sementara itu, Walikota Batam menambahkan permasalahan utama di Batam adalah menyangkut lahan. Dirinya atas nama Pemerintah Kota Batam selalu kesulitan dalam mendapatkan lahan guna melakukan pembangunan. Sarana pemerintahan dan sosial ekonomi. Hal ini juga terjadi pada seluruh prasarana/infrastruktur jalan di Kota Batam yang penetapan lokasinya masih atas nama Otorita Batam/ BP Batam sehingga status asetnya masih merupakan aset BP Batam.

 

Terbitnya Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam merupakan upaya Pemerintah Pusat  untuk melakukan pembenahan dan penyelesaian bertahap persoalan-persoalan yang selama ini diidentifikasi sebagai faktor-faktor penghambat kemajuan pembangunan Kota Batam sebagai kawasan khusus.

 

Agenda-agenda yang akan dilakukan terkait Batam setelah dilantiknya pimpinan BP BPBPB Batam yang baru melalui Surat Keputusan Menko Perekonomian nomor 43 Tahun 2016 tentang pemberhentian dan penetapan dan pengangkatan ketua, wakil ketua dan anggota Badan Pengusahaan Kawasan PBPB Batam adalah fokus pada penataan KPBPB Batam pada masa transisi, yaitu pengelolaan aset yang dimiliki BP Batam, Pengelolaan kerjasama dengan investor, perbaikan pembagian tugas dan kewenangan dengan Pemkot Batam, pengelolaan downsizing sumber daya manusia serta melakukan persiapan strategi pengembangan kawasan ke depan.

 

Kebijakan merubah KPBPB Batam menjadi KEK Batam adalah untuk meningkatkan insentif yang lebih bagi percepatan kemajuan Batam, meningkatkan daya Tarik Batam sebagai destinasi investasi dan sekaligus memastikan berbagai fasilitas fiskal yang melekat pada KEK benar-benar digunakan oleh sektor ekonomi yang produktif bukan konsumtif dan berorientasi ekspor.

 

Sementara itu mengenai infrastruktur dana aset yang ada saat ini seperti pengelolaan kawasan pelabuhan laut disarankan untuk diserahkan kepada PT. Pelindo sebagai operator dan kawasan bandara diserahkan kepada PT. Angkasa Pura sebagai pengelola, sedangkan untuk pengelolaan lahan, waduk, pengolahan limbah, Tempat Pembuangan Akhir, Rusunawa, Kawasan perdagangan, jasa, pertanian/peternakan sei temiang, pemakaman, Pemadam kebakaran, Masjid Raya dan lain yang merupakan aspek urusan pemerintahan merupakan kewenangan Kabupaten/Kota diserahkan kepada Pemerintah Kota Batam. “khusus untuk jalan diserahkan pada tingkatan pemerintahan terkait dengan sifat jalan yang dimaksud”, imbuhnya.

 

Anggota Panja FTZ, Nyoman Dhamantra mengatakan dengan adanya dualisme yang disebutnya dengan istilah dualitas ditakutkan akan terus terjadi tumpang tindih dimana menurutnya dengan pergantian pimpinan BP Batam yang baru hanya sekedar berganti nomeklaturnya saja.

 

Menjawab pertanyaan tersebut, Walikota Batam berharap dengan adanya Dewan Kawasan dimana dirinya duduk sebagai anggota akan ada perubahan yang mendasar mengenai kewenangan kedua lembaga agar tidak terjadi tumpang tindih.

 

Boleh dualisme tapi sudah dipisah, KEK tetap ke BP Batam yang lainnya atau diluar KEK ada di Pemko. Itu yang di sampaikan pak Darmin (Ketua Dewan Kawasan) kepada kita. Kalau itu betul dilaksanakan saya kira masalah akan selesai”, jelasnya.

 

Saat ini lanjut Rudi, telah dibentuk tim teknis yang didalamnya merupakan perwakilan anggota dewan kawasan guna merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh BP Batam ke depan. “sesuai arahan ketua dewan kawasan paling cepat 3 bulan dan paling lambat 6 bulan tim teknis ini akan merumuskan arah BP Batam nantinya. Semua anggota dewan kawasan mengeluarkan pendapatnya melalui tim teknis tersebut”, pungkas Rudi.

 

Rapat Panja FTZ komisi VI DPR RI yang dipimpin oleh Ketua Panja FTZ Muhammad Farid ini digelar guna mendapatkan masukan dari Walikota Batam guna membahas dengan seksama dan mencari formula agar keberadaan BP Batam dapat maksimal bagi pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsa.

 

Walikota Batam yang hadir bersama Wakil Walikota Batam, Amsakar Achmad, kapolresta Barelang Kombes Helmy Santika, Kajari Batam Mochammad Mikroj, Danlanal Batam Kolonel Laut (P) R Eko Suyatno serta Kepala SKPD dilingkungan Pemerintah Kota Batam berharap dapat memberikan input positif bagi panja agar ke depan BP Batam yang merupakan mitra kerja Komisi VI DPR RI mampu bersinergi bersama Pemko Batam dan instansi lainnya di Batam guna membawa kemajuan bagi Batam pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.



Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment