Pemerintah dan Pengusaha Bahas PP Nomor 10 tahun 2012

0
185

BATAM –  Penanganan Kepabeanan di kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) di Batam-Bintan-Karimun (BBK) yang melibatkan Bea Cukai, Dewan Kawasan FTZ dan Badan Pengusahaan BBK dengan dasar revisi PP 02/2009 masih menjadi perdebatan.

Dalam acara evaluasi pelaksanaan FTZ BBK dan pengarahan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 2012, Rabu (1/2) di Hotel Novotel, pertanyaan dan kritisi tentang penggunaan revisi yang berubah nama menjadi PP 10/2012 mengalir dari beberapa kalangan pengusaha. PP itu sendiri padahal akan segera diberlakukan pada 9 Maret 2012 setelah diproses oleh Menteri Keuangan.

Kalangan pengusaha, menegaskan kembali sikap Pemerintah Pusat, DK FTZ, Bea Cukai serta BP Batam dalam tata laksana kepabeanan di BBK berdasarkan PP 10/2012 yang dinilai masih belum mencerminkan pelaksanaan FTZ.

Pengusaha mengkhawatirkan, tentang aturan pemeriksaan fisik terhadap barang yang dimasukan ke Kawasan Bebas belum diamanatkan dalam PP 10/2012. Dalam lampiran pasal 6 ayat 3 tentang Pemeriksaan Pabean termasuk tata cara penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik, masih menunggu aturan dari Peraturan Menteri. Sama halnya terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas.

Gubernur Kepri yang juga Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun M Sani, mengatakan selama ini pihaknya sudah berjuang untuk membuat rumusan-rumusan yang menguntungkan seluruh pihak. Namun, kata dia, sebagai negara hukum tentu ada aturan-aturan yang harus diikuti.

Sani justru menyesalkan sikap pengusaha yang terus menolak dan ribut setelah PP diterbitkan. Untuk itu dia meminta supaya para pengusaha menjalankan aturan dalam PP 10/2012. Jika dalam pelaksanaannya masih ada hambatan, baru diusulkan direvisi ulang. “Pengusaha kurang bersyukur. Jangan tangisi PP 10/2012 ini, jalankan saja sambil evaluasi,” katanya.

Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan kebijakan pemerintah pusat dinilai kurang memperhatikan kawasan BBK yang sudah ditetapkan sebagai kawasan FTZ. “Walaupun FTZ ditetapkan melalui Undang-undang, namun terkadang peraturan lain banyak yang tidak sejalan atau bertentangan. Hal ini yang membuat bukan hanya pemerintah, bahkan pengusaha dan masyarakat menjadi bingung,” katanya.

Daerah, sebut Dahlan harus proaktif mendesak pemerintah pusat agar Batam mempunyai kekhususan tersebut. “Apabila menunggu arahan pusat, sampai kapan pun tidak akan terwujud,” imbuhnya.

Gubernur, sebut Dahlan memerintahkan Walikota supaya lebih sering menggelar pertemuan dengan pengusaha dan stakeholder lainnya untuk mencari solusi. “Sehingga kita mendapatkan referensi yang cukup ketika dibawa ke tingkat pusat,” imbuhnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here