Berdasarkan pemeriksaan terhadap barang dalam dokumen impor dinyatakan bahwa ferrosand merupakan ‘copper slag’ yang sesuai dengan lampiran 1 tabel 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 jo. PP nomor 85 tahun 1999 yang menegaskan bahwa dilarang mengimpor limbah B3 ke dalam wilayah Indonesia.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Deputy Menteri Lingkungan Hidup, Ilyas Arsyad tersebut ditegaskan kepada pihak yang mengimpor ferrosand tersebut supaya melakukan Re-ekspor ke Negara asalnya karena berpotensi akan mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Dampak Limbah Ferrosand Terhadap Lingkungan Sekitarnya
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Batam telah meneruskan surat perintah re-ekspor limbah ferrosand tersebut kepada PT Jace Octavia Mandiri sesuai dengan aturan dan kewenangan yang ada dalam Pemerintah Daerah dan bersifat koordinatif dengan instansi lainnya.
Terkait dengan pemberitaan akhir-akhir ini yang mengatakan adanya dampak yang ditimbulkan limbah B3 tersebut terhadap kesehatan warga disekitarnya, perlu ada uji laboratorium secara spesifik untuk melihat signifikansi dampak limbah tersebut dengan penduduk yang bermukim disekitar wilayah penumpukan limbah tersebut.
Dinas kesehatan Kota Batam telah melakukan pemeriksaan kesehatan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar penumpukan limbah tersebut dengan hasil diagnosa sebagai berikut :
1. Pada tanggal 27 Februari 2009 telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh Tim Dinkes terhadap 30 kepala keluarga dan jumlah penduduk sekitar 125 orang. Dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan 10 orang (terdiri dari 6 orang dewasa dan 4 orang anak-anak) yang menderita gatal-gatal dengan diagnose kerja infeksi kulit (pioderma) dan dermatitis non-spesifik.
2. Dan pada tanggal 13 April 2009, hasil pemeriksaan Dokter spesialis kulit di RSUD Batam, sebanyak 27 orang penduduk sekitar didiagnosa kerja dengan hasil pemeriksaan seperti ; infeksi Kulit (Pioderma dan Scabies) dan dermatitis Non spesifik yang lebih disebabkan oleh faktor Hiegene dan sanitasi personal serta lingkungan yang kurang bersih.
3. Pada tanggal 11 April 2009, dilakukan pemeriksaan kualitas air untuk dimasak dengan radius 120 meter dari timbunan ferrosand yang memberikan hasil diagnosa : tingkat kekeruhan dan warna tidak sesuai dengan standar baku air bersih dengan pH dibawah standar 7,5 – 9 persen.
4. Pada hari yang sama telah diperiksa juga kualitas air untuk mandi dengan radius 100 meter. Dengan kesimpulan ; kekeruhan dan warna tidak sesuai dengan standar serta kandungan zat besi (fe) diatas standar baku Air Bersih.
Dari hasil diagnosa sanitasi dan medis tersebut diatas maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penduduk yang bermukim disekitar penimbunan limbah ferrosand tersebut telah menderita penyakit kulit akibat infeksi pada umumnya, dan menderita Dermatitis (alergi kulit) Non spesifik yang lebih disebabkan oleh faktor hiegene dan sanitasi perorangan dan lingkungannya yang kurang bersih.
2. Kualitas air bersih baik untuk dimasak maupun untuk mandi yang bersumber dari sumur gali, hasilnya tidak memenuhi standar sebagai air bersih sesuai Permenkes Nomor : 416/Menkes/Per/1990.
3. Dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk penduduk setempat dan bermukim disekitar lokasi penimbunan tersebut terhadap dampak jangka panjang yang disebabkan oleh limbah Ferrosand tersebut yang dilaksanakan oleh Bapedalda dengan Puslibangkes.
Kepala Bagian Humas Pemko Batam, Drs Yusfa Hendri, M.Si., menambahkan arahan Walikota Batam apabila re-ekspor limbah B3 tersebut akan dilaksanakan, hendaknya pihak-pihak terkait dapat melaksanakan perannya untuk memastikan limbah tersebut benar-benar sampai di negara asalnya untuk menghindari kerusakan lingkungan nantinya, katanya menutup keterangan.