Narasi Tunggal – Website Resmi Bagian Humas Pemko Batam https://humas.batam.go.id Penyampai Pesan Membangun Kesan Mon, 30 Dec 2019 08:30:16 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=4.9.13 Hari Kependudukan Dunia 2017: Masa Depan Demografi Indonesia & Keseimbangan Pertumbuhan Penduduk https://humas.batam.go.id/hari-kependudukan-dunia-2017-masa-depan-demografi-indonesia-keseimbangan-pertumbuhan-penduduk/ https://humas.batam.go.id/hari-kependudukan-dunia-2017-masa-depan-demografi-indonesia-keseimbangan-pertumbuhan-penduduk/#respond Wed, 12 Jul 2017 13:05:35 +0000 https://humasprotokol.batam.go.id/?p=32567 #td_uid_1_5e20941642d84 .td-doubleSlider-2 .td-item1 { background: url(https://humas.batam.go.id/wp-content/uploads/2017/07/4-Infografis-KPPN-Bonus-Demografi.jpg) 0 0 no-repeat; } #td_uid_1_5e20941642d84 .td-doubleSlider-2 .td-item2 { background: url(https://humas.batam.go.id/wp-content/uploads/2017/07/1-Infografis-KPPN-Selamat-Hari-Kependudukan-Dunia.jpg) 0 0 no-repeat; } #td_uid_1_5e20941642d84 .td-doubleSlider-2 .td-item3 { background: url(https://humas.batam.go.id/wp-content/uploads/2017/07/2-Infografis-KPPN-Manfaat-Bonus-Demografi.jpg) 0 0 no-repeat; } #td_uid_1_5e20941642d84 .td-doubleSlider-2 .td-item4 { background: url(https://humas.batam.go.id/wp-content/uploads/2017/07/3-Infografis-KPPN-Keseimbangan-Pertumbuhan-Penduduk.jpg) 0 0 no-repeat; } ]]> https://humas.batam.go.id/hari-kependudukan-dunia-2017-masa-depan-demografi-indonesia-keseimbangan-pertumbuhan-penduduk/feed/ 0 Kampung KB : Inovasi Strategis Memberdayakan Masyarakat https://humas.batam.go.id/kampung-kb-inovasi-strategis-memberdayakan-masyarakat/ https://humas.batam.go.id/kampung-kb-inovasi-strategis-memberdayakan-masyarakat/#respond Wed, 07 Jun 2017 13:32:18 +0000 https://humasprotokol.batam.go.id/?p=30817 Sejak dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Januari 2016, Kampung KB terus tumbuh pesat. Semangat membentuk dan mendirikan Kampung KB di seluruh Nusantara telah menghasilkan ratusan Kampung KB.

Targetnya pada tahun 2017 ini terdapat satu Kampung KB di setiap satu kecamatan di seluruh Indonesia. Artinya, sepanjang tahun 2017 ini bakal ada sekitar 7166 Kampung KB di seluruh Indonesia. Hingga April 2017, Kampung KB yang sudah terbentuk baru 633. Masih ada sekitar 9 bulan lagi untuk mengejar sekitar 6000 Kampung KB.

Kampung KB merupakan salah satu “senjata pamungkas” baru pemerintah dalam mengatasi masalah kependudukan, terutama di wilayah-wilayah yang jarang “terlihat” oleh pandangan pemerintah.

Kampung KB, kedepannya akan menjadi ikon program kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Kehadiran Kampung KB bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara melalui program KKBPK serta pembangunan sektor lain dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas.

Prinsipnya Program KKBPK mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera dengan melaksanakan delapan fungsi keluarga. Penerapan fungsi keluarga ini membantu keluarga lebih bahagia dan sejahtera, terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.

Keberhasilan program KKBPK dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, aspek pengendalian kuantitas penduduk, kedua, aspek peningkatan kualitas penduduk yang dalam hal ini diukur dengan peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarganya.

Peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dapat ditelusur melalui berbagi indikator yang merupakan pencerminan dari pelaksanaan delapan fungsi keluarga. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga. Dalam PP disebutkan delapan fungsi keluarga meliputi (1) fungsi keagamaan, (2) fungsi social budaya, (3) fungsi cinta kasih, (4) fungsi perlindungan, (5) fungsi reproduksi, (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan, (7) fungsi ekonomi dan (8) fungsi pembinaan lingkungan.

Kampung KB juga merupakan wujud dari pelaksanaan agenda prioritas pembangunan Nawacita ke 3, 5, dan 8. Nawacita ketiga yaitu yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Nawacita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta Nawacita kedelapan yaitu  melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

Kampung KB menjadi program inovatif yang strategis dalam mengejawantahkan program KKBPK secara paripurna di lapangan. Pasalnya, Kampung KB menjadi model atau miniatur pembangunan yang melibatkan seluruh sektor di masyarakat.

Kampung  KB  merupakan  Satuan  wilayah  setingkat  RW, dusun atau setara yang memiliki kriteria tertentu dimana terdapat keterpaduan program KKBPK yang dilakukan secara sistemik dan sistematis.

Selain itu, manfaat Kampung KB selain bisa mengentaskan kemiskinan, juga mendekatkan pembangunan kepada masyarakat. Intinya program ini melibatkan semua sektor pembangunan.  Dengan kata lain, Kampung KB tak hanya berbicara soal membatasi ledakan penduduk, tapi juga memberdayakan potensi masyarakat agar berperan nyata dalam pembangunan.

Manfaat lain adalah membangun masyarakat berbasis keluarga, menyejahterakan masyarakat, serta memenuhi kebutuhan masyarakat melalui pelaksanaan integrasi program lintas sektor. Pembangunan lintas sektor dan kemitraan melibatkan peran bernagai pihak seperti swasta, provider, dan pemangku kepentingan lainnya.

Integrasi lintas sektor berupa pelayanan terpadu antar sektor yang menjadi kebutuhan masyarakat, seperti pelayanan KB, pelayanan pembuatan akta, pembangungan jalan dan jembatan, pembuatan ktp, pendiaan buku-buku bacaan, posyandu, PAUD, P2WKSS, dll.

Meski demikian, tidak semua kampung bisa masuk program Kampung KB. Ada kriteria yaitu utama wilayah dan khusus. Dalam hal kriteria utama, sebuah kampung harus memiliki syarat-syarat seperti jumlah keluarga miskin diatas rata-rata tingkat desa dimana Kampung/RW tersebut berada. Bagi yang membentuk setara Desa, jumlah keluarga miskin di Desa tersebut harus diatas rata-rata Kecamatan dimana Desa itu berada. Selain itu, syarat utama lainnya adalah pencapaian KB di desa tersebut sangat rendah.

Dalam hal kriteria wilayah, setiap kampung KB harus memenuhi unsur seperti berada di wilayah kumuh, kampung pesisir atau nelayan, berada di Daerah Aliran Sungai (DAS), di daerah bantaran Kereta Api, Kawasan Miskin (termasuk miskin perkotan), Terpencil, Wilayah Perbatasan, Kawasan Industri, Kawasan Wisata, Tingkat Kepadatan Penduduk Tingg

Sedangkan dalam hal kriteria khusus, dibutuhkan intervensi lintas sektor. Kampung KB wajib memiliki unsur antara lain pendidikan rendah dan infrastruktur kurang memadai. Untuk  memenuhi kriteria tersebut, intervensi dari sektor lain sangat diperlukan. **(Direktorat Advokasi dan KIE – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional/BKKBN)

]]>
https://humas.batam.go.id/kampung-kb-inovasi-strategis-memberdayakan-masyarakat/feed/ 0
Meriahkan Pekan Pancasila untuk Menjaga Jati Diri Bangsa https://humas.batam.go.id/meriahkan-pekan-pancasila-untuk-menjaga-jati-diri-bangsa/ https://humas.batam.go.id/meriahkan-pekan-pancasila-untuk-menjaga-jati-diri-bangsa/#respond Fri, 02 Jun 2017 12:05:54 +0000 https://humasprotokol.batam.go.id/?p=30597 Pertama Indonesia mengungkapkan kata Pancasila dihadapan sidang BPUPKI. Selanjutnya dari lima intisari tersebut dirumuskan kembali susunan baru sehingga melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Hingga akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila difinalisasi hingga seperti saat ini.

Pada tahun 2017 ini, Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan peringatan Hari Lahir Pancasila. Bukan hanya satu hari, peringatan ini diadakan dalam bentuk Pekan Pancasila dari tanggal 29 Mei s.d. 4 Juni 2017. Berbagai kegiatan  digelar secara terintegrasi dipayungi satu tema besar, yakni “Saya Indonesia Saya Pancasila”.

Tema tersebut merupakan bentuk ekspresi bersama yang dibawakan dengan cara personal. Mengingatkan kembali bahwa Pancasila tidak hanya sebagai Dasar Negara, tetapi juga jati diri bangsa. Sila-silanya menyatukan segala perbedaan yang ada di Indonesia.  Semua kata yang terkandung di dalamnya merupakan intisari jiwa masyarakat kita.

Pada puncak Pekan Pancasila, 1 Juni 2017 ini, Presiden Joko Widodo beserta Kabinet Kerja mengadakan upacara di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jl. Penjambon, Jakarta Pusat. Berbagai elemen masyarakat turut hadir dalam acara tersebut.  Di sini Pancasila kembali digaungkan untuk menjadi falsafah yang bisa dipelajari oleh dunia.

Pancasila adalah nilai dasar yang akan diturunkan dari generasi ke generasi. Para pendahulu telah bersatu padu menyusun dasar pondasi bernegara kita. Mereka bersepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai pijakan bagi Indonesia untuk melangkah. Pemerintah mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ikut meneruskan langkah para pahlawan di masa lalu. Berpartisipasi memeriahkan Pekan Pancasila sebagai awal dari usaha menjaga jati diri negeri ini.

Selain itu, guna mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perlu dilakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara. Oleh karena itu, pada tanggal 19 Mei 2017 lalu, Presiden menetapkan Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Unit akan terdiri atas dua Dewan, yakni Dewan Pengarah dan Dewan Pelaksana. Dewan Pengarah terdiri dari berbagai elemen seperti Tokoh Kenegaraan, Tokoh Agama dan Masyarakat, Tokoh Purnawirawan TNI/ Polri,  Pensiunan PNS, dan Akademisi.

Saya Indonesia Saya Pancasila!

#PekanPancasila #SayaPancasila

**Asdep Hubungan Masyarakat Kemensetneg dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo

]]>
https://humas.batam.go.id/meriahkan-pekan-pancasila-untuk-menjaga-jati-diri-bangsa/feed/ 0
Kenali Cantrang, Alat Tangkap Ikan yang Dilarang https://humas.batam.go.id/kenali-cantrang-alat-tangkap-ikan-yang-dilarang/ https://humas.batam.go.id/kenali-cantrang-alat-tangkap-ikan-yang-dilarang/#respond Wed, 31 May 2017 15:20:37 +0000 https://humasprotokol.batam.go.id/?p=30499 Cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.

Penggunaan tali selambar yang mencapai panjang lebih dari 1.000 m (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 m) menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal. Pada kapal berukuran diatas 30 Gross Ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan  dengan tali selambar sepanjang 6.000 m. Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 m, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha.  Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut.

Berdasarkan hasil penelitian di Brondong – Lamongan (IPB, 2009) hanya 51% hasil tangkapan cantrang yang berupa ikan target, sedangkan 49% lainnya merupakan non target. Adapun hasil penelitian di Tegal (Undip, 2008), penggunaan cantrang hanya dapat menangkap 46% ikan target dan 54% lainnya non target yang didominasi ikan rucah. Ikan hasil tangkapan cantrang ini umumnya dimanfaatkan pabrik surimi dan dibeli dengan harga maksimal 5000/kg. Sedangkan tangkapan ikan non target digunakan sebagai pembuatan bahan tepung ikan untuk pakan ternak.

Hasil Forum Dialog pada tanggal 24 April 2009 antara Nelayan Pantura dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, TNI-AL, POLRI, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggambarkan kondisi Cantrang di Jawa Tengah, yaitu jumlah Kapal Cantrang  pada tahun 2004 berjumlah 3.209 unit, meningkat 5.100 unit di tahun 2007 dan pada tahun berjumlah 10.758 unit. Sedangkan hasil tangkapan per unit (Catch Per-unit of Effort/CPUE) menurun dari 8,66 ton pada tahun 2004 menjadi 4,84 ton di tahun 2007. ?Dikarenakan telah overfishing, para nelayan di Pantai Utara Jawa tersebut mulai bergerak ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) lainnya. Pergerakkan ini bahkan telah tercatat sejak 1970.

Selain itu, dalam Uji Petik yang dilakukan pada tanggal 21 hingga 23 Mei 2015 menunjukkan, hasil pengukuran 10 unit kapal di Kabupaten Tegal dan 5 unit kapal di Kabupaten Pati terdapat indikasi markdown yang menyebabkan banyak izin kapal Cantrang berukuran besar hanya diterbitkan di tingkat Provinsi. Untuk menanggulanginya, KKP telah mengambil langkah pengukuran ulang dan pengelompokan kategori ukuran kapal berdasarkan hasil pengukuran tersebut.

Setelah dilakukan pengukuran ulang, kapal dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu kapal berukuran dibawah atau < 10 GT, berukuran antara 10 hingga 30 GT, dan diatas atau > 30 GT. Adapun kebijakan yang ditetapkan untuk setiap kategori adalah sebagai berikut :

  1. Kapal dibawah 10 GT, pemerintah memberikan bantuan alat penangkap ikan baru sebagai pengganti alat penangkapan ikan yang dilarang, di antaranya jaring insang (gillnet), pancing ulur (handline), rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, pole and line, bubu lipat ikan, bubu lipat rajungan, dan trammel net.
  2. Kapal 10 – 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas permodalan untuk memperoleh kredit usaha rakyat.
  3. Kapal diatas 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas perizinan dan relokasi DPI ke WPP 711 dan 718.

Sementara itu, di beberapa daerah banyak alat tangkap yang mengalami perkembangan, perubahan bentuk, model, serta cara pengoperasian. Berbagai alat tangkap tersebut juga dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, alat tangkap tersebut tetap mengacu pada salah satu kelompok alat tangkap ikan yang dilarang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jadi, meskipun namanya telah berubah menjadi cantrang, pada dasarnya tetaplah pukat tarik yang telah dilarang.

Adapun pengaturan penempatan alat tangkap telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. **Biro Kerjasama dan Humas KKP dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo

]]>
https://humas.batam.go.id/kenali-cantrang-alat-tangkap-ikan-yang-dilarang/feed/ 0
8 Kementerian Sepakat Tingkatkan Perlindungan TKI Melalui Desa Migran Produktif https://humas.batam.go.id/8-kementerian-sepakat-tingkatkan-perlindungan-tki-melalui-desa-migran-produktif/ https://humas.batam.go.id/8-kementerian-sepakat-tingkatkan-perlindungan-tki-melalui-desa-migran-produktif/#respond Wed, 31 May 2017 11:03:25 +0000 https://humasprotokol.batam.go.id/?p=30454 Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan membentuk dan memfasilitasi 400 desa yang dipilih sebagai Desa Migran Produktif (Desmigratif) dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Desmigratif merupakan terobosan Kemnaker dalam memberdayakan, meningkatkan perlindungan dan pelayanan terhadap TKI, Calon TKI, dan keluarga TKI mulai dari desa yang menjadi kantong-kantong TKI.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri melakukan penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan tujuh kementerian yaitu Kementerian Pariwisata, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada Selasa (30/5).

Selain itu kerjasama untuk mendukung pelaksanaan Desmigratif juga dilakukan bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, Pihak Swasta, Perguruan Tinggi, Mitra Lokal atau komunitas masyarakat di desa tersebut, dan lembaga keuangan.

Menaker Hanif menjelaskan, nota kesepemahaman ini dimaksudkan untuk mewujudkan kerjasama yang efektif dan efisien antara para pihak, yang didasarkan pada asas saling membantu dan saling mendukung terlaksananya penyelenggaraan program.

“Pembentukan Desmigratif merupakan salah satu solusi dan bentuk kepedulian serta kehadiran negara dalam upaya meningkatkan pelayanan perlindungan kepada CTKI/TKI dan anggota keluarganya yang bersifat terkoordinasi dan terintegrasi antar kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Menaker Hanif di kantor Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Selasa 30 Mei 2017.

Ruang lingkup kerjasama antar kementerian ini meliputi pertukaran data dan informasi, pembangunan pusat layanan migrasi, penumbuhkembangan usaha produktif desa atau kawasan perdesaan migran produktif berbasis sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pembentukan dan pengembangan usaha melalui Badan Usaha Milik Desa, dukungan penyediaan infrastruktur keolahragaan tingkat desa, integrasi pendidikan kepramukaan pada komunitas pembangunan keluarga (community parenting).

Kerjasama lainnya yaitu, mendorong peningkatan layanan kesehatan bagi Calon TKI, TKI purna beserta anggota keluarganya, fasilitasi pemanfaatan infrastruktur komunikasi dan informatika dalam rangka optimalisasi sistem informasi bidang ketenagakerjaan, dan pelatihan, pemberdayaan, pendampingan, dan pembinaan Calon TKI dan TKI Purna serta keluarga TKI sebagai pemandu wisata.

“Saya berharap Nota Kesepahaman ini dapat mendorong efektifitas program Desmigratif melalui program masing masing kementerian yang terkait  dan dapat segera diaplikasikan sehingga para CTKI/TKI dapat segera memperoleh manfaat dari kerja sama ini,”kata Hanif.

Hanif melanjutkan, penunjukan Desa Desmigratif adalah desa yang sebagian besar penduduknya bekerja di luar negeri, memahami sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja baik di dalam maupun di luar negeri. TKI juga diharapkan mampu membangun usaha secara mandiri yang produktif melalui peran aktif pemerintah desa dan pemangku kepentingan.

“TKI yang bekerja di luar negeri belum mampu memanfaatkan hasil kerja yang mereka peroleh untuk usaha-usaha yang bersifat produktif, namun lebih berperilaku konsumtif, hal ini mendorong mereka untuk kembali bekerja ke luar negeri. Sementara keluarga yang ditinggalkan hanya mengharapkan gaji TKI (remittence) tanpa mengupayakan bagaimana memanfaatkan uang tersebut untuk mengembangkan usaha-usaha produktif,” ungkap Hanif.

Program Desmigratif merupakan program yang dirancang di desa asal Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi Calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri, meningkatkan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan bagi keluarga TKI dan TKI Purna, mendorong peran aktif Pemerintah Desa pada wilayah asal Tenaga Kerja Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan, dan mengurangi jumlah tenaga kerja non prosedural. Program ini juga diharapkan dapat menekan angka TKI non-prosedural.

Terdapat empat pilar utama program Desmigratif. Pertama, pusat layanan migrasi dimana orang atau warga desa yang hendak berangkat ke luar negeri mendapatkan pelayanan di balai desa melalui peran dari pemerintah desa. Informasi yang didapatkan antara lain informasi pasar kerja, bimbingan kerja, informasi mengenai bekerja ke luar negeri dan lain-lain termasuk pengurusan dokumen awal.  Kedua, kegiatan yang terkait dengan usaha produktif. Ini kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu pasangan dari TKI yang bekerja di luar negeri agar mereka ini memiliki keterampilan dan kemauan untuk membangun usaha-usaha produktif. Kegiatan ini mencakup pelatihan untuk usaha produktif, pendampingan untuk usaha produktif, bantuan sarana produktif hingga pemasarannya.

Ketiga, community parenting yaitu kegiatan untuk menangani anak-anak TKI atau anak-anak buruh migran yang diasuh bersama bersama-sama oleh masyarakat dalam suatu pusat belajar-mengajar. Dalam konteks ini orang tua dan pasangan yang tinggal di rumah diberikan pelatihan tentang bagaimana membesarkan atau merawat anak secara baik agar mereka ini bisa terus bersekolah mengembangkan kreatifitasnya sesuai dengan masa kanak-kanak mereka. Pilar keempat yaitu, koperasi usaha untuk penguatan usaha produktif untuk jangka panjang Koperasi usaha produktif ini tentunya juga bisa menjadi inisiatif bersama dari masyarakat yang akan didukung oleh pemerintah.

Untuk diketahui, program Desmigratif sudah dimulai sejak 2016 dimana telah dibentuk Pilot Project (Proyek Percontohan) Desmigratif di 2 (dua) lokasi yaitu Desa Kenanga Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu Jawa Barat dan Desa Kuripan Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Pada tahun 2017 rencananya akan dibentuk sebanyak 120 desa, meliputi 100 desa di 50 Kabupaten/Kota asal TKI dan 20 desa di 10 Kabupaten/Kota di Propinsi NTT. Sementara itu, pada tahun 2018 akan dibentuk sebanyak 130 Desa dan  pada 2019 sebanyak 150 Desa. *Biro Humas Kemnaker dan Tim KomunikasiPemerintah Kemkominfo

]]>
https://humas.batam.go.id/8-kementerian-sepakat-tingkatkan-perlindungan-tki-melalui-desa-migran-produktif/feed/ 0
Fintech: Instrumen Kolaboratif Untuk Capai Pembangunan Inklusif, Berkelanjutan, dan Berkeadilan https://humas.batam.go.id/fintech-instrumen-kolaboratif-untuk-capai-pembangunan-inklusif-berkelanjutan-dan-berkeadilan/ https://humas.batam.go.id/fintech-instrumen-kolaboratif-untuk-capai-pembangunan-inklusif-berkelanjutan-dan-berkeadilan/#respond Thu, 25 May 2017 19:18:20 +0000 https://humasprotokol.batam.go.id/?p=30251 JAKARTA  – Kementerian PPN/Bappenas bersama Pemerintah Australia melalui program Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) menyelenggarakan lokakarya Peran Teknologi Keuangan dalam Pembangunan, dengan tema Fintech untuk Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan, pada Rabu, 24 Mei 2017, di Gedung Utama Kementerian PPN/Bappenas. Lokakarya ini bertujuan untuk bersama-sama mencari solusi dalam menghadapi tantangan pengarusutamaan pembangunan inklusif melalui teknologi keuangan, dan membangun momentum pemanfaatan layanan keuangan digital dalam kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

Dalam kata sambutannya, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P. S. Brodjonegoro mengatakan teknologi keuangan (financial technology) atau yang lebih populer disebut sebagai Fintech, diharapkan dapat menjadi jawaban dari tantangan sistem keuangan di Indonesia. “Kementerian PPN/Bappenas memandang Fintech sebagai salah satu elemen strategis untuk mewujudkan keuangan inklusif, dan sekaligus dapat menciptakan pembangunan berkeadilan bagi masyarakat miskin dan yang rentan tidak mampu mengakses layanan jasa keuangan formal. Pada 2016, Asosiasi Fintech Indonesia mendata setidaknya terdapat 140 pemain Fintech di Indonesia. Diharapkan dengan semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat Indonesia, maka investasi jangka panjang dan penempatan modal pada berbagai sektor-sektor produktif juga dapat ditingkatkan,” jelas Menteri Bambang.

Lebih lanjut, Menteri Bambang menjelaskan tiga prioritas pembangunan yang dapat digerakkan oleh pemanfaatan Fintech. Pertama, mobilisasi modal untuk meningkatkan aktivitas ekonomi kelompok yang kurang terlayani, seperti Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kedua, mobilisasi uang yang ada di masyarakat untuk membiayai infrastruktur dasar, seperti sanitasi dan listrik. Ketiga, mobilisasi dana untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, seperti energi bersih, dan/atau membiayai inovasi yang penting dalam rangka peningkatan produksi pertanian dan perikanan. “Dari hasil simulasi Kementerian PPN/Bappenas, kebutuhan pembiayaan investasi untuk pembangunan infrastruktur pada 2018 sekitar Rp 5.248 Triliun, namun dengan keterbatasan kapasitas fiskal maka 62 persen sumber pembiayaan harus berasal dari masyarakat. Kami melihat Fintech memiliki kapabilitas untuk mengisi potensi pasar yang cukup besar tersebut, sehingga pada akhirnya Fintech juga dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin melalui pembiayaan usaha, akses terhadap air bersih dan listrik, dan pengelolaan keuangan untuk pendidikan dan kesehatan,” jelas beliau.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, keuangan inklusif merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Sasarannya adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan formal dalam kerangka pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Sejalan dengan sasaran RPJMN tersebut, berdasarkan Survei Deloitte Consulting dan Asosiasi Fintech Indonesia pada 2016, terdapat tiga hal yang dapat mendorong penerapan Fintech di Indonesia, yakni regulasi yang lebih jelas, kolaborasi, dan utamanya literasi keuangan.

Dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016 menunjukkan bahwa Indeks Literasi Keuangan sebesar 29,66 persen dan Indeks Inklusi Keuangan sebesar 67,82 persen. Merespons hal tersebut, pemerintah akan terus mendorong dan melaksanakan program literasi dan inklusi keuangan agar target Indeks Inklusi Keuangan yang dicanangkan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) sebesar 75 persen, dapat dicapai pada 2019.

Namun, data dari OJK menunjukkan baru sekitar 67 persen orang dewasa di Indonesia pada 2016 yang mendapatkan akses di lembaga keuangan formal; Bank Dunia menerangkan sekitar 49 juta unit UKM belum bankable; sementara data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pangsa kredit baru mencapai 35,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk itu, kebijakan yang adaptif terhadap teknologi serta kemitraan dengan pihak swasta dan layanan jasa keuangan, sangat diperlukan agar dapat berkontribusi positif terhadap pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019.

Pemerintah Australia sangat mendukung kebijakan dan program Pemerintah Indonesia ini untuk meningkatkan Indeks Literasi Keuangan dan Indeks Inklusi Keuangan. “Pemerintah Australia melalui program KOMPAK memiliki kegiatan penguatan kapasitas masyarakat dan UKM dalam mengakses pasar dan jasa keuangan,” jelas Astrid Kartika, Unit Manager for Basic Services – Human Development Section, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia. Menurutnya, diseminasi informasi kepada kelompok khusus, terutama masyarakat pedesaan dan kelompok difabel, adalah kunci memperluas akses dan literasi keuangan di Indonesia.

Dalam laporan McKinsey Global Institute yang berjudul “Digital Finance for All: Powering Inclusive Growth in Emerging Economies”, layanan keuangan digital dapat memberikan akses kepada 1,6 miliar orang yang tidak memiliki rekening bank untuk masuk ke sektor usaha formal. Sebanyak 95 juta lapangan kerja baru dapat diciptakan, dan PDB negara-negara berkembang meningkat sebesar $3,7 Triliun. “Pemanfaatan Fintech terbukti mampu membuka akses yang lebih besar terhadap layanan jasa keuangan formal, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Tantangannya bagi Indonesia adalah menjadikan proses pembangunan dan pelayanan publik adaptif terhadap perkembangan Fintech. Hal ini yang akan coba kita dorong dalam proses perencanaan pembangunan,” ungkap Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani.

Lokakarya ini diharapkan dapat menyusun rekomendasi bagi pemerintah pusat dan daerah dalam merencanakan dan melaksanakan program keuangan inklusif melalui Fintech, terutama pada pelayanan publik. Lokakarya ini melibatkan sektor swasta yang berhasil menerapkan Fintech dalam pelayanan maupun usahanya. Hadir CEO Gojek Nadiem Makarim, Vice President PT Amartha Mikro Fintek Aria Widyanto, CEO Kitabisa M. Alfatih Timur, dan Executive Director WeCare.id Gigih Rezki Septianto, yang di dalam lokakarya ini sekaligus bertindak sebagai narasumber dalam sesi Diskusi Panel: Inisiatif dan Kolaborasi dengan Sektor Swasta. Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi Rembuk Ide dan Kolaborasi, yang dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) Fintech dan Kesehatan; (2) Fintech, Pendidikan, dan Infrastruktur Dasar; dan (3) Fintech, Tenaga Kerja, dan Kewirausahaan, membahas potensi kolaborasi swasta dengan pemerintah di berbagai sektor serta pembelajaran penggunaan Fintech dalam pelayanan publik. *Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan Kementerian PPN/Bappenas dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo

]]>
https://humas.batam.go.id/fintech-instrumen-kolaboratif-untuk-capai-pembangunan-inklusif-berkelanjutan-dan-berkeadilan/feed/ 0